Kamis, 12 April 2012

mengamati sikap pemimpin

SBY “ SANG PEMIMPIN YANG KHARISMATIK”

            Kepemimpinan SBY perlu mendapat sorotan positif, dari semua ilmu kepemimpinan yang pernah ada di dunia ini dan dari silih bergantinya bermunculannya pemimpin dari satu masa ke masa berikutnya, serta dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya, sepertinya SBY telah mencontoh-mempelajari-meresapi-mengamalkan dari beberapa keberhasilan kepemimpinan tokoh-tokoh masa lalu yang terkenal itu sebagai landasan pijak SBY dalam bertindak-berpikir-berprilaku-berbicara-menyanyi dan bahkan dalam beraktivitas (melambai tangan, tersenyum, berbicara, bersalaman, berpidato, keanggunan berjalan, memeluk anak-anak, menangis dan berdiri), seperti misalnya Kepemimpinan : Abraham Linconl, Hanibal, The Great Alexander, George Washington, Soekarno, Soeharto, J F Kenedy, Winston Churchil, Jendral Soedirman, Gadjah Mada, Franklin D Rosevelt, Henry Truman, Marthin Luther King Jr, Nelson Mandela dan pemimpin-pemimpin besar lainnya.
              Pada waktu SBY memeluk anak-anak korban Tsunami di Aceh dengan mata berlinang, maka seluruh rakyat Indonesia ikut menangis terharu dengan SBY terhadap korban tsunami tersebut, SBY menunjukan sebagai pemimpin yang mengerti penderitaan rakyat dengan tulus menguatkan yang terluka, menghibur yang bersedih dan harapan bagi yang asa. Nampak jelas SBY berprilaku seperti Abraham Lincoln ketika mendatangi korban perang sipil di revolusi amerika serikat dan memberi harapan kepada keluarga yang ditinggal perang, ” I am with you, tomorrow there is any hope, yes, tomorrow should be better, be strong” Ketika SBY datang ke Hotel Ambacang, waktu musibag gempa Padang, selesai SBY berpidato dan memberi statement tentang strategy penanggulangan gempa Padang, tepuk tangan menggemuruh dan riuh ditujukan kepada SBY, ini membuktikan bahwa SBY dicintai oleh rakyatnya. Kita bisa melihat persamaan kepemimpinan yang dicintai rakyatnya pada masa Soekarno menjadi Presiden RI dulu. Ada di muat di majalah Tempo, ketika Soekarno membungkuk dengan haru dan menerima persembahan rakyatnya, seorang petani tua miskin-kurus-kumal sedang memberi Soekarno pisang-kelapa-beras-ketela pohon yang dijinjing di depan istana Negara. Seorang pemimpin harus mencintai dan dicintai oleh rakyat yang dipimpinnya, keefektifan jalur perintah kepemimpinan akan lebih baik jika hubungan cinta ini ada, dan central proses cinta dan mencintai antara rakyat dan pimpinannya sangat dipengaruhi pribadi si pemimpin itu, SBY menunjukkan keberhasilan itu.
                SBY tertawa dan tersenyum menawan ketika telekonferensi dengan Gubernur Sumatera Utara pada waktu peresmian Bakrie Tol. Waktu itu Gubernur Sumatera Utara banyak mengeluarkan joke-joke segar, nampaklah SBY seorang pemimpin yang berhati mulia dan tegar diantara rentetan terpaan hujatan-makian-ejekan-pelecehan yang kurang pantas dan menyakitkan bagi seorang pemimpin sekaliber beliau. Kita jadi ingat kharisma Presiden Truman, ketika memutuskan pengeboman Nagasaki dan Hiroshima dan ketika Truman berselisih dengan jendral terkenal Mc Arthur mengenai penyelesaian perang Korea. Bagaimana ia dihujat rakyatnya, karena perselisihan dengan pahlawan perang Jendral Mc Arthur, dengan tegas ia mengatakan ” I am the president of United States Of America, General Mc Arthur should follow my command, no mater how, I am the lead of the united. General Mc Arthur should leave form Korea”
Ketika kasus Ambalat muncul, SBY datang ke kawasan Ambalat dengan berkacamata hitam, dengan gagah dan jiwa tegar-tegas SBY meneropong lokasi Ambalat, nampaklah SBY sebagai seorang Pemimpin Perang yang disegani, SBY meneriakkan ketegasan hatinya dan dalam sikapnya itu memberi kesan ke dunia " INI DADAKU, MANA DADAMU, INI WILAYAH RI, JANGAN COBA-COBA GANGGU". Ini mengingatkan kita kepada kepemimpinan Ir. Soekarno, yang menentang pembentukkan negara Malaysia oleh Penjajah Inggris ” IKI DADAKU, ENDI DADAMU, GANYANG MALAYSIA”, perbedaannya adalah Pak Karno menekankan sikapnya dengan kata-kata, sedangkan SBY mengungkapkannya dengan sikap, tetapi dua-duanya mempunyai arti yang sama. “ Sak dumuk bathuk, senyari bumi, rawe-rawe rantas, malang-malang putung, jangan ganggu wilayah kami”
Pada waktu gempa Yogya, candi Prambanan terkenan goncangan hebat, sehingga banyak batu-batu candi yang berjatuhan, dengan penuh keprihatinan SBY berkunjung ke Candi Prambanan, terlihat SBY seorang Pemimpin yang menghargai budaya leluhurnya. Seorang Pemimpin yang menghargai leluhurnya adalah seorang pemimpin yang tidak angkuh dan sombong atas posisinya, kita bisa menilai bahwa SBY sadar kepempinan itu hanya sementara.
Seperti halnya Candi Prambanan tetap tegar berdiri dari masa ke masa, tetapi kepemimpinan di Nusantara selalu berganti-ganti, dari Mataram Hindu, Majapahit, Kediri, Kerajaan Demak, Pajang, Mataram Islam, Pejajahan Belanda, Penjajahan Jepang dan Negara kesatuan Indonesia. Seperti halnya Indonesia tetap tegar walau pergantian kepemimpinan, SBY sadar itu.  Pada waktu lebaran tiba SBY berkunjung ke rumah Orang tuanya, dengan menanggalkan posisinya sebagai Presiden-Seorang Jendral-Seorang Doktor Ekonomi-Seorang Pemimpin Dunia yang disegani & berpengaruh, SBY mencium lutut ibundanya dengan tulus. Pemimpin Besar yang mencintai Ibundanya, SBY bukan Malin Kundang, bukan pula kacang yang lupa kulitnya, SBY tahu diri ia berasal dari rakyat biasa, dari rahim ibunyalah itu SBY dilahirkan. Sungguh bahagialah Ibunda SBY memiliki Putra seperti SBY. Suatu saat suhu politik Indonesia memanas, banyak kritikan dan makian yang ditujukan ke SBY, mahasiswa demo dengan melontarkan kata-kata kotor dan menyakitkan, politikus mengeluarkan statement yang keras dan pemimpin partai tidak ketinggalan menimpali ejekan-ejekan yang mengharu biru bagi pendukung SBY yang tetap sabar dan diam. Kita tahu dan semua orang tahu, bahwa pendukung SBY sudah mulai muak dan jengkel dengan segala tingkah laku yang kurang satun dan sopan tersebut, tetapi mereka diam dan percaya bahwa SBY pasti sanggub dan kuat menghadapi itu semua. Semangat pendukung SBY bersinar ketika SBY menghardik para oposisi dengan kesan “ JANGAN COBA-COBA MENGGOYANG PEMERINTAHAN YANG SAH“, SBY menunjukan sebagai Pemimpin yang Perkasa tidak takut ancaman.
Mengingatkan kita kepada kempemimpinan yang berani dan tegar oleh PM Inggris Tony Blair yang dengan mati-matian mendukung USA untuk menyerang Afghanistan dengan Talibannya dan Irak dengan Saddam Huseinnya. Tony Blair di keroyok di House Of Senat oleh lawan-lawan politiknya, tetapi ia tegar dan berani melawan masa yang mengrumuninya. Seorang Pemimpin harus berani dan tegas jika ia merasa apa yang telah ia lakukan benar dan sah, SBY menunjukan ketegasa dan keberanian itu. SBY adalah seorang pemimpin yang berjiwa besar, melupakan kesalahan orang lain, dan selalu menatap masa depan dengan melupakan kesalahan orang lain terhadapnya. Dulu ia di fitnah oleh Syamsul Muarif, bahwa SBY telah menikah dengan Perempuan Thailan sebelum masuk angkatan darat, SBY memaafkannya dan malahan menjadikan Syamsul Muarif anggota Partai Demokrat.
Taufik Kemas pernah mengatakan SBY seorang Jendral yang seperti anak-anak, tetapi SBY dengan pengaruhnya, mendudukan Taufik Kemas menjadi Ketua MPR, bahkan menyalaminya ketika habis berpidato setelah pelantikkan presiden. Foto-foto SBY dibakar-diinjak-injak-diberi label Hitler atau Drakula, tetapi SBY tetap tegar dan tidak bergeming, tiada kesan amarah di wajah SBY ketika mengingatkan bahwa para demonstran untuk tidak anarkis, SBY sepertinya sadar, bahwa mereka yang menghujatnya adalah anak-anaknya sendiri yang harus dibimbing.

Ketika kita baca dan renungkan semua karya seni SBY (lagu, puisi dll), kita sungguh mengerti keluhuran SBY dan kehalusan budi pekertinya, yang mana sesuatu yang langka di Indonesia saat ini. Lagu Hening ciptaan SBY yang dinyanyikan Widi (B3), mengingatkan keheningan dan kesyahduan suasana desa yang asri-tentram-amboi indahnya. Lagu Kuyakin Sampai Disana yang dinyanyika oleh Rio Febrian, menekankan bahwa SBY punya visi akan sesuatu dengan langkahnya sendiri yang diyakini benar, dan mengingatkan kita pada lagu terkenalnya My Way ciptaan Paul Anka dan dinyanyikan oleh Frank Sinatra. Syair puisi karangan SBY Ketika Jiwaku Di Padang Arafah dibawakan Oleh Hapy Salma, menunjukan SBY adalah pribadi yang mencintai Tuhannya.
Sumber : http://alumni.ugm.ac.id/simponi/?page=kcrt&idc=266

Tidak ada komentar:

Posting Komentar